BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka
(Sjamsuhidayat & Win, 2005). Secara garis besar pembedahan dibedakan
menjadi dua yaitu bedah minor dan bedah mayor (Mansjoer, 2000).
Bedah mayor adalah tindakan bedah besar yang menggunakan anastesi umum/general
anastesi (Mansjoer, 2000), yang merupakan salah satu bentuk dari pembedahan
yang sering dilakukan (Sjamsuhidayat & Win, 2005).
Setiap pembedahan
termasuk bedah mayor selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan)
yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai
keluhan dan gejala dimana salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah
nyeri (Sjamsuhidayat & Win, 2005).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Enie Novieastari yang menyatakan bahwa sebanyak 80% pasien mengeluh nyeri baik
nyeri sedang atau nyeri berat pada post bedah. Nyeri setelah pembedahan
merupakan hal yang normal, namun meskipun demikian nyeri merupakan salah satu
keluhan yang paling ditakuti oleh klien post bedah. Sensasi nyeri mulai terasa
sebelum kesadaran klien kembali penuh yang semakin meningkat seiring dengan
berkura ngnya pengaruh. Bentuk nyeri yang dialami oleh klien post bedah mayor
adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan
(Perry & Potter, 2006).
Nyeri akut yang dirasakan oleh klien Post bedah mayor
merupakan penyebab stress, Frustasi dan gelisah yang mengakibatkan klien
mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan dan ekspresi tengang (Perry
& Potter, 2006). Selain hal itu Nyeri post bedah juga dapat menimbulkan
peningkatan laju metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin,
peningkatan prodiksi kortisol, dan retensi cairan (Brunner & Suddart,
2002). Namun sayangnya belum banyak yang diketahui dan belum dikelola dengan
baik, padahal perawat memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan tenaga
kesehatan lain untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan
(Brunner & Suddart, 2002).
Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi
masalah nyeri post bedah baik secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non
farmakologi. Pendekatan farmakologi merupakan pendekatan kolaborasi antara
dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian obat yang mampu
menghilangkan sensasi nyeri. Sedangkan pendekatan non farmakologi merupakan
pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri
yang meliputi: stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi
syaraf eliktris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan
teknik relaksasi napas dalam (Brunner & Suddart, 2002).
Teknik relaksasi napas dalam merupakan intervensi mandiri
keperawatan dimana perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Burnner & Suddart, 2002).
Berdasarkan data kegiatan Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD
Tugurejo Semarang pada bulan januari 2006 di dapatkan data jumlah tindakan
medik sebesar 229 kasus dengan kasus bedah mayor sebesar 89 kasus dengan
rata-rata 3 kasus perhari. Pada bulan Februari sebesar 207 kasus dimana
tindakan bedah mayor sebesar 89 kasus denan rata-rata perhari 4 kasus
sedangkan untuk bulan Maret sebeser 228 kasus dimana untuk bedah mayor
sebesar 99 kasus dengan rata-rata perhari 4 kasus. Berdasarkan observasi
pendahuluan di RSUD Tugurejo Semarang
diketahui bahwa sebagian besar (92%) klien post bedah mayor mengeluh
nyeri dan tidak tahu bagaimana cara untuk mengurangi nyeri tersebut (Recam
Medik,RSUD Tugurejo Semarang).
Banyaknya jumlah klien yang mengeluh nyeri post bedah mayor
di RSUD Tugurejo Semarang disebabkan karena perawat di sana lebih menekankan
pada pemberian analgetik dan belum melakukan intervensi keperawatan yaitu pembelajaran teknik relaksasi napas
dalam. Akibatnya, ketika efek analgetik menurun atau hilang maka sensasi nyeri
akan dirasakan oleh klien. Padahal teknik relaksasi napas dalam dapat digunakan
oleh klien untuk mengontrol nyeri yang ia rasakan. Teknik relaksasi napas dalam
dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri, walaupun tingkat keefektifannya
masih belum ada angka yang pasti, karena hal inilah maka perlu dilakukan
penelitian apakah ada perbedaan penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh
klien post bedah mayor antara sebelum dengan sesudah dilakukan
teknik relaksasi napas dalam di RSUD Tugurejo Semarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu apakah ada perbedaan penurunan
intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam dengan sesudah
dilakukan teknik relaksasi napas dalam.
Selengkapnya
0 komentar:
Posting Komentar