BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan
kesehatan Maternal dan Neonatal merupakan salah satu unsur penentu status
kesehatan. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan telah turun dari 390 per 100.000 di
tahun 1994 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup antara tahun 2002-2003, dari
5.000.000 kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan
20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Kematian ibu
menurut World Health Organizatian (WHO) adalah kematian yang terjadi
saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari pasca persalinan dengan penyebab yang
berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap kehamilan (Dinkes, 2006).
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses melahirkan
layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada ibu
primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas, panik, dan takut yang melanda
ibu dengan semua ketidakpastian serta rasa sakit yang luar biasa yang dirasakan
ibu dapat mengganggu proses persalinan dan mengakibatkan lamanya proses
persalinan (Kurniasih, 2004). Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan
proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan bayinya (Bobak, Jensen &
Lowdermilk, 2005).
Secara psikologis, istri membutuhkan pendampingan suami selama proses
persalinan. Proses persalinan merupakan masa yang paling berat bagi ibu, dimana
ibu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama suami agar dapat
menjalani proses persalinan sampai melahirkan dengan aman dan nyaman (Musbikin,
2005). Perhatian yang didapat seorang
ibu pada masa persalinan akan terus dikenang
oleh ibu terutama bagi mereka yang pertama kali melahirkan dan dapat
menjadi modal lancarnya persalinan serta membuat ibu menjadi merasa aman dan
tidak takut menghadapi persalinan (Fitriyani, 2006).
Dukungan yang terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu
selama proses persalinan dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan
melahirkan, memberikan rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan
meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta mengurangi kebutuhan tindakan medis
(Nakita, 2004).
Dukungan suami dalam proses persalinan merupakan sumber kekuatan bagi ibu
yang tidak dapat diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan suami dapat berupa
dorongan, motivasi terhadap istri baik secara moral maupun material serta
dukungan fisik, psikologis, emosi, informasi, penilaian dan finansial (Bobak,
Jensen & Lowdermilk, 2005).
Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua saat persalinan
berlangsung. Penelitian oleh Hodnett, 1994 ; Simpkin, 1992 ; Hofmeyr, Nikodem
& Wolmann, 1991; Hemminki, Virta & Koponen, 1990 yang dikutip dari
Depkes tahun 2001 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua sebagai
pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan pada saat persalinan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping pada saat
persalinan dapat menimbulkan efek positif terhadap hasil persalinan, dapat
menurunkan rasa sakit, persalinan berlangsung lebih singkat dan menurunkan
persalinan dengan operasi termasuk bedah caesar (Astuti, 2006).
Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses
persalinan, yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin dalam
bukunya yang berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan menemukan bahwa
para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya suami)
selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami
komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa
pendampingan. Ibu-Ibu dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung
lebih cepat dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa
kehadiran suami atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang
ibu dari stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran
dan persalinan, kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara
psikologis, dan berdampak positif pula pada kesiapan ibu secara fisik
(Musbikin, 2005).
Data survey awal di RSUD Tugurejo
Semarang pada tanggal 1 Januari 2007 sampai 13 Januari 2007 menunjukkan terjadi
persalinan primipara normal sebanyak 24 kasus. Berdasarkan hasil wawancara
dengan ibu primigravida yang menunggu saat-saat persalinan primipara di ruang
Bougenvil RSUD Tugurejo Semarang diperoleh data angka tingkat kecemasan ibu
ketika menghadapi persalinan khususnya pada ibu bersalin primipara tinggi yaitu
sebanyak 21 ibu mengalami kecemasan. Salah satu penyebab tingginya kecemasan ibu
dalam menghadapi persalinan adalah tidak didampingi oleh suami saat
persalinan, sehingga ibu tidak bisa
berbagi rasa sakit dan cemas saat persalinan tiba, sedangkan ibu yang
didampingi suami saat persalinan hanya 3 orang saja. Di RSUD Tugurejo Semarang
program pendampingan orang kedua (khususnya suami) dalam proses persalinan
belum terlaksana secara optimal karena sempitnya ruang bersalin dan banyaknya
mahasiswa praktek yang ikut dalam persalinan, namun demikian upaya pendampingan
orang kedua (khususnya suami) diprioritaskan untuk tetap dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang “Hubungan pendampingan suami
dengan tingkat kecemasan ibu menghadapi persalinan pada ibu primipara di RSUD Tugurejo Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah penelitian yaitu : “Adakah hubungan pendampingan suami dengan tingkat kecemasan ibu menghadapi persalinan pada ibu primipara di RSUDSelengkapnya
0 komentar:
Posting Komentar