BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dysmenorrhea
(Nyeri Haid) merupakan keluhan nyeri perut disertai
kram saat menstruasi/ haid. Keluhan ini
meskipun tampaknya sepele, tetapi telah memberikan gangguan pada wanita. Pada saat dysmenorrhea
terjadi nyeri yang timbul menyebabkan penderita tidak lagi mampu
menjalankan aktivitas sehari-hari dan dialami selama 1-3 hari setiap
bulan. Biasanya keluhan ini timbul
setelah siklus menstruasi pertama berjalan selama 6-12 bulan dan puncaknya pada
akhir usia 20 tahun. Ada yang
menyebutkan usia 25-30 tahun sebagai akhir keluhan dysmenorrhea. Maka dengan
bertambahnya usia pada umumnya frekuensi keluhan dysmenorrhea semakin menurun.
Keluhan ini perlu diperhatikan karena menimbulkan penderitaan yang rutin
setiap bulan sesuai dengan siklus menstruasi (Handayani, 2007 : 77). Menurut William (2001) yang dimaksud dengan dysmenorrhea adalah menstruasi yang
menimbulkan rasa nyeri. Keadaan ini
dialami oleh 60-70 % dari wanita yang mengalami menstruasi.
Hampir seluruh perempuan pernah
merasakan dysmenorrhea dengan
berbagai tingkatan, mulai dari yang sekedar pegal-pegal dipanggul sisi dalam
hingga rasa nyeri yang luar biasa sakitnya.
Umumnya nyeri yang biasa terasa di bawah perut itu terjadi pada hari
pertama dan kedua haid. Rasa nyeri akan
berkurang setelah keluar darah yang cukup banyak (Tono,
2007 : 1).
Dysmenorrhea dibagi atas dua macam, yaitu dysmenorrhea
primer dan dysmenorrhea sekunder. Dysmenorrhea primer disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh tanpa disertai kelainan anatomi
atau kelainan bawaan atau penyakit. Ini
biasanya terjadi pada waktu haid pertama kali hingga menjelang dewasa dan
hingga kini penyebab pasti belum diketahui, namun diduga berhubungan dengan
siklus pelepasan telur di indung telur. Dysmenorrhea sekunder terjadi karena
adanya kelainan atau penyakit dalam tubuh dan biasanya terjadi pada usia
dewasa. Penyebab dysmenorrhea sekunder antara lain endometrosis, tumor jinak
rahim, kista indung telur, polip dinding rahim, infeksi panggul rahim, dan
lain-lain (Harun, 2002 : 1).
Banyak teori telah dikemukakan untuk
menerangkan penyebab dymenorrhea
primer, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Rupanya beberapa faktor memegang peranan sebagai
penyebab dysmenorrhea primer, antara
lain adalah faktor kejiwaan, pada gadis-gadis yang secara emosional tidak
stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses
haid, maka akan sangat mudah timbulnya dysmenorrhea
(Prawirohardjo, 1999 : 230). Oleh sebab
itu, sangat diperlukan pengetahuan yang positif tentang dysmenorrhea. Jika pada
peristiwa haid tidak disertai dengan informasi yang benar, secara psikologis
dapat menimbulkan bermacam-macam kecemasan, agresivitas yang memuncak dan
diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut. Informasi yang benar diharapkan dapat
mengurangi jumlah dysmenorrhea akibat
faktor kejiwaan dan dapat menyiapkan penderita baik mental, penanganan
obat-obatan yang benar dalam menghadapi siklus haid berikutnya.
Angka kejadian dysmenorrhea di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50%
perempuan di setiap negara mengalami dysmenorrhea. Di Amerika angka persentasenya sekitar 60%
dan di Swedia sekitar 70% dimana hal ini menyebabkan kehilangan kerja, bolos
sekolah, dan mengganggu kehidupan keluarga.
Sementara di Indonesia, angka kejadian dysmenorrhea terdiri dari 54,89% dysmenorrhea primer dan 9,36% dysmenorrhea
sekunder (Tono,
2007 : 1).
Hasil penelitian Tahun 2002 di SLTP
Jakarta (733 subjek) sekitar 74.1% siswi mengalami dysmenorrhea ringan sampai berat.
Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan Rasyidah (2004) di SLTP Negeri 22 Padang, terungkap bahwa dari 51
responden yang mengalami dysmenorrhea, ternyata
12 orang (23,52%) mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah tentang dysmenorrhea.
Hasil penelitian oleh
Neri Basmara Tahun 2005 di SMP Negeri 12 Padang dengan 68 responden, ditemukan
tingkat pengetahuan pelajar tentang dysmenorrhea masih rendah yaitu (26,5%), dan lebih dari separuh
(52,9%) siswi pelajar SMP N 12 Padang melakukan penatalaksanaan berupa kompres
hangat pada perut bagian bawah, olahraga (senam), menarik nafas dalam, minum
obat, dan sebagian besar hanya sebatas menggosok-gosok perut atau pinggang yang
sakit dan istirahat di tempat tidur
(Neri Basmara, 2005).
Selengkapnya
0 komentar:
Posting Komentar