Blog Gw

HUBUNGAN PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKS SEJAK DINI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA XXXXX TAHUN 2009

 
 BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Sering kali  dengan gampang  orang  mendefinisikan remaja  sebagai  periode
transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, masa usia belasan tahun, atau
seseorang yang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah
terangsang   perasaannya,   dan   sebagainya.  Masalahnya   sekarang,   kita  tidak
pernah berhenti  dengan hanya menyatakan bahwa mendefinisikan remaja itu
sulit. Sulit atau mudah, masalah-masalah yang menyangkut kelompok remaja
kian hari  kian bertambah. Berbagai  tulisan, ceramah, maupun seminar  yang
mengupas   berbagai   segi   kehidupan   remaja,   termasuk   kenakalan   remaja,
perilaku   seksual   remaja,   dan   hubungan   remaja   dengan   orang   tuanya,
menunjukkan   betapa   seriusnya   masalah   ini   dirasakan   oleh   masyarakat
(Sarwono, 2007).
Sarwono (2007)  menyatakan  bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi
pada   perkembangan   jiwa   remaja   yang   terbesar   pengaruhnya   adalah
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya,
mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan
mimpi  basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder  yang tumbuh
sehingga   menyebabkan   mudahnya   aktivitas   seksual   (terutama   dikalangan
remaja) dilanjutkan dengan hubungan seks (Sarwono 2007 dan Pasti, 2008).
 1

Hasil penelitian di sejumlah kota besar di Indonesia menunjukkan sekitar 20%
sampai 30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks (DUTA, Edisi
No. 230/ Th.XVIII/ September 2006). Maka jangan heran kehamilan pranikah
semakin  sering   terjadi.   Disinyalir   jumlah   angka           (persentase)   yang
sesungguhnya jauh lebih besar daripada data yang tercatat (Pasti, 2008).


Berdasarkan sumber  dari Hanifah (2000), bahwa beberapa hasil penelitian di
Indonesia menunjukan adanya penurunan batas usia hubungan seks  pertama
kali.   Menurut   Iskandar   (1998)   sebanyak   18%   responden   di   Jakarta
berhubungan seks pertama di bawah usia 18 tahun dan usia termuda 13 tahun.
Sedangkan menurut Utomo (1998), menyatakan bahwa remaja Manado yang
sudah aktif  secara  seksual, melakukan hubungan seks pertama pada  usia di
bawah 16 tahun sebanyak 56,8%  pada remaja  pria  dan 33,3%  pada  remaja
putri (Sarwono, 2007).

Dr. Boyke Dian Nugraha, pakar  seks dan spesialis Obstetri dan Ginekologi,
menyatakan  bahwa  penyebabnya  antara  lain  maraknya  pengedaran  gambar
dan VCD  porno, kurangnya pemahaman akan nilai- nilai agama, keliru dalam
memaknai   cinta,   minimnya   pengetahuan   remaja   tentang   seksualitas   serta
belum  adanya   pendidikan   seks   secara   reguler   hingga   formal   di   sekolah-
sekolah.  Itulah sebabnya  informasi tentang makna  hakiki  cinta  dan adanya
kurikulum kesehatan reproduksi di sekolah mutlak di perlukan (Pasti, 2008).


Harus diakui, sampai saat ini di kalangan masyarakat tertentu, bebicara soal
seks masih dianggap masalah yang tabu. Seks belum menjadi wacana publik.
Pro   kontra   masih   saja   ada.   Oleh   karena   itu,   jarang   sekali   di   jumpai
pembicaraan perihal seks secara terbuka. Namun disisi lain (fakta yang tidak
terbantahkan),   masalah   seks   juga   berjalan   terus.   Untuk   itu,   sosialisasi
pemahaman  tentang  makna  hakiki  cinta dan perlunya  kurikulum  kesehatan
reproduksi di  sekolah sangat  perlu sebagai salah satu alternatif   yang dapat
ditempuh untuk memfilter  perilaku destruktif seksual remaja (Pasti, 2008).


Rasa ingin tahu terhadap masalah seksual pada remaja sangat penting dalam
pembentukan  hubungan  baru  yang lebih  matang  dengan lawan  jenis.  Pada
masa   remaja,   informasi   tentang   masalah   seksual   sudah   seharusnya   mulai
diberikan supaya remaja tidak mendapatkan informasi yang salah dari sumber-
sumber   yang   tidak   jelas.   Pemberian   informasi   masalah   seksual   menjadi
penting  terlebih lagi  mengingat  remaja   berada  dalam  potensi  seksual  yang
aktif,  karena  berkaitan  dengan  dorongan  seksual yang dipengaruhi  hormon



dan   tidak   cukupnya  informasi   mengenai  aktifitas   seksual   mereka   sendiri.
Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja
bila tidak didukung dengan pengetahuan dan informasi yang tepat (Glevinno,
2008).
Pengetahuan remaja tentang seks masih sangat  kurang. Faktor  ini  ditambah
dengan informasi keliru yang diperoleh dari sumber yang salah, seperti mitos
seputar  seks, VCD porno, situr  porno di internet, dan lainnya akan membuat
pemahaman dan persepsi anak tentang seks  menjadi salah. Pendidikan seks
sebenarnya   berarti   pendidikan   seksualitas   yaitu   suatu   pendidikan   seksual
dalam  arti  luas  yang  meliputi   berbagai  aspek yang berkaitan  dengan  seks,
diantaranya   aspek   biologis,   orientasi,   nilai   sosiokultur   dan   moral   serta
perilaku.


Terlepas   dari  pro  dan  kontra  pemblokiran situs  porno  yang  sempat  marak
diberitakan di berbagai media. Di era globalisasi sekarang ini pengenalan seks
sejak   dini   dirasa   cukup   penting,   mengingat   anak-anak   dengan   mudah
mendapat informasi dari berbagai media seperti majalah, buku, TV, VCD dan
Internet.  Sebagai   orang   tua,   tentunya   tidak   menginginkan   anak-anaknya
mencari pengetahuan tentang seks dengan caranya sendiri  seperti mengakses
situs-situs porno atau menonton VCD porno dan lain-lain.

Selengkapnya 


0 komentar:

Posting Komentar